Jakarta – Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Dr. Fadil Zumhana menyetujui 18 permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif
Hal itu disampaikan oleh Kapuspenkum Kejagung Dr Ketut Sumedana SH., MH., Senin (18/9/2023). Dalam siaran persnya disebutkan adapun 18 permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif tersebut yaitu:
1. Tersangka Diamon pgl Remon dari Kejaksaan Negeri Agam, yang disangka melanggar Pasal 44 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
2. Tersangka Dra. Murniasih, M.Pd binti Sudaryo dari Kejaksaan Negeri Brebes, yang disangka melanggar Pasal 45 Ayat (3) Jo. Pasal 27 Ayat (3) Undang-Undang RI Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
3. Tersangka Muarifin alias Wawung bin Sugayat dari Kejaksaan Negeri Kendal, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
4. Tersangka Sarini binti Saliman dari Kejaksaan Negeri Blora, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
5. Tersangka Duwi Parti Stiarini binti Bani dari Kejaksaan Negeri Blora, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
6. Tersangka I Amanda Nuraini binti Basuki Wahyu Purnama dan Tersangka II Graciana Yuli Kristiani binti Ristanto Catur dari Kejaksaan Negeri Yogyakarta, yang disangka melanggar Pasal 363 Ayat (1) ke-3 dan ke-4 KUHP tentang Pencurian dengan Pemberatan.
7. Tersangka Angga Ray Herli Talaohu alias Ambon bin Made Alim Talaohu dari Kejaksaan Negeri Sleman, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
8. Tersangka Heldi Paputungan alias Adit dari Kejaksaan Negeri Kotamobagu, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
9. Tersangka Ridho Arya Putra Muharam dari Kejaksaan Negeri Kotamobagu yang disangka melanggar Pasal 363 Ayat (1) ke-3 KUHP tentang Pencurian dengan Pemberatan Subsidair Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
10. Tersangka Vrendy Yohanes Tapada alias Tayo dari Kejaksaan Negeri Minahasa Selatan, yang disangka melanggar Pasal 335 Ayat (1) ke-1 KUHP tentang Pengancaman.
11. Tersangka Sutiawan Mongilong alias Suti dari Cabang Kejaksaan Negeri Kotamobagu di Dumoga, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
12. Tersangka Mustaribin bin Darmawan dari Kejaksaan Negeri Bengkulu Utara, yang disangka melanggar Pasal 310 Ayat (4) Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Subsidair Pasal 310 Ayat (3) Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
13. Tersangka Romi Kurniawan Sah als Romi bin Ujang dari Kejaksaan Negeri Kepahiang, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
14. Tersangka Habidin dari Kejaksaan Negeri Jembrana, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
15. Tersangka Kuni Gunawan alias Gunawan bin Ahmid Maulana dari Kejaksaan Negeri Tangerang Selatan, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
16. Tersangka Dono Fardeli Sandi bin Joni Irawan dari Kejaksaan Negeri Jakarta Barat, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
17. Tersangka Bayu Basyar bin Yahya dari Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
18. Tersangka Denny Suhanda alias Deden dari Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
Juga dijelaskan Ketut, Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:
Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;
Tersangka belum pernah dihukum;
Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;
Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;
Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;
Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi;
Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;
Pertimbangan sosiologis;
Masyarakat merespon positif.
Selanjutnya, JAM-Pidum memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri dan Kepala Cabang Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum, ungkap Ketut *Dhn