Jakarta – Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Dr. Fadil Zumhana menyetujui 8 permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif.
Hal itu disampaikan oleh Kapuspenkum Kejagung Dr. Ketut Sumedana SH. MH.,Selasa (1/8/2023). Dalam siaran tersebut di sebutkan adapun 8 permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif yaitu:
1. Tersangka HAIDAR ABIYYU als ABI bin ACHMAD CHUDORI dari Kejaksaan Negeri Yogyakarta, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
2. Tersangka LUKMAN SEJATI bin SUMARDI dari Kejaksaan Negeri Bantul, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) atau Pasal 351 Ayat (2) KUHP tentang Penganiayaan.
3. Tersangka AAN dari Cabang Kejaksaan Negeri Deli Serdang di Labuhan Deli, yang disangka melanggar Pasal 363 Ayat (1) ke-3 KUHP tentang Pencurian dengan Pemberatan atau Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
4. Tersangka KRISTINA dari Cabang Kejaksaan Negeri Deli Serdang di Labuhan Deli, yang disangka melanggar Pasal 480 Ayat (1) KUHP tentang Penadahan.
5. Tersangka EKO RIYANTO bin PUJIONO dari Kejaksaan Negeri Mesuji, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
6. Tersangka MEMET SLAMET alias MEMET bin LA UGA dari Kejaksaan Negeri Baubau, yang disangka melanggar Pasal 44 Ayat (1) jo. Pasal 5 huruf a Undang-Undang RI No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
7. Tersangka MUHAMAD IKWAN KURNIAWAN alias TULENG bin MUHAMMAD dari Kejaksaan Negeri Baubau, yang disangka melanggar Pasal 80 Ayat (1) jo. Pasal 76C Undang-Undang RI No. 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
8. Tersangka NAUVAL OKTAV ROSADI dari Kejaksaan Negeri Kendari, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian jo. Pasal 367 ayat (1) KUHP tentang Pencurian dalam Keluarga.
Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:
Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;
Tersangka belum pernah dihukum;
Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;
Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;
Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;
Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi;
Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;
Pertimbangan sosiologis;
Masyarakat merespon positif.
Selanjutnya, JAM-Pidum memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri dan Kepala Cabang Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum, pungkas Ketut (Hendri)