Jakarta- Selasa 17 September 2024, Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Prof. Dr. Asep Nana Mulyana memimpin ekspose dalam rangka menyetujui 32 permohonan penyelesaian perkara berdasarkan mekanisme Restorative Justice (keadilan restoratif).
Adapun salah satu perkara yang diselesaikan melalui mekanisme keadilan restoratif yaitu terhadap Tersangka RD. Gieta Permata Putri dari Kejaksaan Negeri Badung, yang disangka melanggar 362 KUHP tentang Pencurian.
Kronologi pencurian tersebut terjadi pada Kamis 4 Juli 2024 sekitar pukul 23.50 WITA di Malverde Club Jl. Kayu Aya, Seminyak, Kuta Utara. Tersangka RD. Gieta Permata Putri saat itu baru selesai mengantar tamu/wisatawan ke tempat tersebut.
Setibanya di dalam Malverde Club, Tersangka melihat sebuah dompet berada di atas meja tanpa pemilik. Melihat situasi itu, timbul niat Tersangka untuk mengambil ataupun mencuri dompet tersebut yang berisikan uang dan buku tabungan yang berada di dalamnya.
Tersangka kemudian mengambil dan mengamankan uang beserta buku tabungan yang ada di dalam dompet tersebut, sementara dompet itu diberikan oleh Tersangka kepada tukang ojek yang berada di lokasi Malverde Club. Setelah itu, Tersangka masuk kembali ke dalam Malverde Club.
Saat akan masuk ke dalam Malverde Club, Tersangka dicegah oleh petugas keamanan karena perbuatan Tersangka telah diamati oleh rekaman CCTV Malverde Club. Akibat perbuatannya itu, Tersangka diamankan dan mengembalikan hasil curiannya senilai Rp8.000.000 (delapan juta rupiah).
Mengetahui kasus posisi tersebut, Kepala Kejaksaan Negeri Badung Sutrisno Margi Utomo, S.H., M.H.dan Kasi Pidum Yusran Ali Baadilla, S.H., M.H. serta Jaksa Fasilitator Agung Satriadi Putra, S.H., dan Imam Rhamdoni, S.H. menginisiasikan penyelesaian perkara ini melalui mekanisme restorative justice.
Dalam proses perdamaian, Tersangka mengakui dan menyesali perbuatannya serta meminta maaf kepada Korban. Setelah itu, Korban menerima permintaan maaf dari Tersangka dan juga meminta agar proses hukum yang sedang dijalani oleh Tersangka dihentikan.
Usai tercapainya kesepakatan perdamaian, Kepala Kejaksaan Negeri Bali mengajukan permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Bali. Setelah mempelajari berkas perkara tersebut, Kepala Kejaksaan Tinggi Bali Dr. Ketut Sumedana, S.H., M.H. sependapat untuk dilakukan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif dan mengajukan permohonan kepada JAM-Pidum dan permohonan tersebut disetujui dalam ekspose Restorative Justice yang digelar pada Selasa, 17 September 2024.
Selain itu, JAM-Pidum juga menyetujui 31 perkara lain melalui mekanisme keadilan restoratif, terhadap tersangka:
Tersangka Iman Fauzy bin Maskun dari Kejakasaan Negeri Kabupaten Cirebon, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP Pencurian.
Tersangka Hendra Kuswandi bin Edi Rapendi dari Kejaksaan Negeri Majalengka, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
Tersangka Rizal Pahlepi bin Samsul Haidir dari Kejaksaan Negeri Karawang, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian Jo Pasal 53 Ayat (1) KUHP.
Tersangka Regi Fajar bin Ade Supriatna dari Kejaksaan Negeri Cimahi, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
Tersangka Alo bin (Alm.) Oyoh dari Kejakasaan Negeri Cimahi, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Tersangka Saepudin als Aep bin Yadi dari kejaksaan Negeri Cilacap, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
Tesangka Andi Suyradi bin (Alm) Ijan Suryadi dari Kejaksaan Negeri Cilacap, yang disangka melanggar Pasal 480 ke-1 KUHP tentang Penadahan.
Tersangka Marlin Hidayati binti Ahmadi dari Kejaksaan Negeri Wonosobo, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
Tersangka Rahmat Alyus Saputra bin Idham Khalid dari Kejaksaan Negeri Bengkulu, yang disangka melanggar Pasal 80 Ayat (1) Jo Pasal 76C Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
Tersangka Paino bin Kasian (Alm) dari Kejaksaan Negeri Bengkulu Utara, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan atau Kedua Pasal 335 Ayat (1) KUHP tentang Pengancaman.
Tersangka Nandar Eka Nugraha S.Sos bin Sudarsono dari Kejaksaan Negeri Kepahiang, yang disangka melanggar Pasal 310 Ayat (4) Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Pasal 312 Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Tersangka Ali Hasan alias Sadek bin Alm. Adam dari Kejaksaan Negeri Aceh Tengah, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Tersangka Eduardus Duru Koten alias Edu dari Kejaksaan Negeri Manokwari, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Tersangka I Dirta Tri Saputraals Dirta Ak M. Tahir dan Tersangka II Only Dwitata Ramatha als Tata Ak Arif Munajad dari Kejaksaan Negeri Sumbawa, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP atau Pasal 170 Ayat (1) KUHP tentang Pengeroyokan.
Tersangka Prayitno alias Adi dari Kejaksaan Negeri Boalemo, yang disangka Melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Tersangka Jamaludin bin Anang dari Kejaksaan Negeri Tanggamus, yang disangka melanggar Kesatu Pasal 311 Ayat (4) atau Kedua Pasal 310 Ayat (3) Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Tersangka Agus Tinus Eko Mardianto anak dari Boiman dari Kejaksaan Negeri Mesuji, yang disangka melanggar Pasal 480 Ayat (2) KUHP tentang Penadahan.
Tersangka Heriyanto alias Rian alias Adrian Pratama bin A. Syaripudin dari Kejaksaan Negeri Metro, yang disangka melanggar Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan atau Pasal 378 KUHP tentang Penipuan.
Tersangka M. Arjuna Saputra Dinata bin Rustam Fendi dari Kejaksaan Negeri Muara Enim, yang disangka melanggar Pasal 480 ke-1 KUHP tentang Penadahan.
Tersangka Heriyanto bin M. Ropi dari Kejaksaan Negeri Ogan Komering Ilir, yang disangka melanggar Pasal 480 ke-1 KUHP tentang Penadahan.
Tersangka Widodo Julianto bin Juarsyah dari Kejaksaan Negeri Lahat, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
Tersangka Sapik A. Kadir bin M. Yusuf dari Kejaksaan Negeri Palembang, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
Tersangka M. Saipudin Saputra bin Saripudin dari Kejaksaan Negeri Palembang, yang disangka melanggar Pasal 80 Ayat (1) Jo Pasal 76C Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
Tersangka Elis Taruna binti Thamrin Daud dari Kejaksaan Negeri Ogan Ilir, yang disangka melanggar Pasal 80 Ayat (1) Jo Pasal 76C Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
Tersangka Ariyo Saputra bin Hosri dari Kejaksaan Negeri Lubuk Linggau, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Tersangka Edi Krisman bin Romli dari Kejaksaan Negeri Lubuk Linggau, yang disangka melanggar Pasal 310 Ayat (4) Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Tersangka Vivin Alpikasari binti Taufik dari Kejaksaan Negeri Musi Banyuasin, yang disangka melanggar Pasal 44 Ayat (4) Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
Tersangka Syafrian Doni alias Doni bin Syafrizal dari Kejaksaan Negeri Batam, yang disangka melanggar Pasal 480 ke-1 KUHP tentang Penadahan.
Tersangka Mat Sholeh bin Ngaripan dari Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, yang disangka melanggar Pasal 363 Ayat (1) ke-3 KUHP Jo Pasal 53 Ayat (1) KUHP Jo Pasal 362 KUHP Jo Pasal 53 Ayat (1) KUHP.
Tersangka I Fait Yogie Afrizal alias Yogi dan Tersangka II Hasan Basri alias Hasan dari Kejaksaan Negeri Jakarta Timur, yang disangka melanggar Pasal 363 Ayat (1) ke-4 dan ke-5 KUHP Jo Pasal 53 Ayat (1) KUHP.
Tersangka Fransiskus Xaverius Dyosia Ananda dari Kejaksaan Negeri Jakarta Timur, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:
Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;
Tersangka belum pernah dihukum;
Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;
Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;
Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;
Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi;
Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;
Pertimbangan sosiologis;
Masyarakat merespon positif.
Selanjutnya, JAM-Pidum memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum. (Redaksi)