Pengajuan Satu Perkara Restoratif Justice Kejati Riau Disetujui JAM- Pidum

oleh
oleh
Dok : Penkum Kejati Riau

LPekanbaruĀ  – Kejaksaan Tinggi Riau melaksanakan Video Conference Ekspose Pengajuan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif dengan Direktur OHARDA pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung RI Agnes Triani, SH., MH.

Dalam Ekspose Pengajuan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif, Selasa (04/4/ 2023), sekira pukul 09.30 WIB di Ruang Vicon lantai 2 tersebut dihadiri oleh Kepala Kejaksaan Tinggi Riau Dr. Supardi, Asisten Tindak Pidana Umum Kejaksaan Tinggi Riau Martinus, SH, Kasi OHARDA pada Asisten Tindak Pidana Umum Kejaksaan Tinggi Riau Faiz Ahmed Illovi, SH. MH.

Menurut Kasi Penkum Kejati Riau Bambang Heripurwanto SH., MH.,saat di konfirmasi awak media, Tersangka yang diajukan penghentian Penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif berasal dari perkara Kejaksaan Negeri Siak atas nama Tersangka ROY FIRMAN ZEBUA Als ROY yang disangka melanggar Pasal 480 ke-1 KUHPidana.

Kasus Posisi :

Bahwa anak M. FAIZAL Als IJAL Bin HAMDAN (dilakukan penuntutan secara terpisah) bersama FAISAL (DPO) telah melakukan tindak pidana penggelapan berupa 1 (satu) unit sepeda motor merek honda beat warna hitam milik saksi MUHAMMAD FADLAN AKASA Als ALAN Bin HANAF, dilakukan oleh anak M. FAIZAL bersama FAISAL (DPO) pada hari Senin tanggal 17 Oktober 2022 di jalan lintas minas-perawang km 4 kampung minas timur kecamatan minas kabupaten siak, dengan cara meminjam sepeda motor tersebut dari saksi MUHAMMAD FADLAN AKASA untuk dijual kepada orang lain.

Dalam penguasaannya terang Kasi Penkum Kejati Riau, anak M. FAIZAL bersama FAISAL (DPO) merubah bentuk kendaraan tersebut salah satunya melepaskan plat nomor polisi kendaraan yang sebelumnya telah terpasang di sepeda motor.

Nah, pada bulan Oktober 2022 sekira pukul 08.30 WIB anak M. FAIZAL memiliki hubungan pertemanan dengan tersangka, melalui komunikasi via aplikasi Facebook mereka berdua melakukan pertemuan dan setelah bertemu anak M. FAIZAL menawarkan kendaraan sepeda motor yang diakui miliknya untuk dijual kepada tersangka seharga Rp.1.000.000,- (satu juta rupiah) dengan alasan uangnya digunakan untuk ongkos pulang kampung ke Palembang.

Mendengar hal tersebut tersangka awalnya menolak karena tidak memiliki uang namun karena tersangka sangat memerlukan kendaraannya untuk berkerja dengan ini tersangka meminjam uang kepada orangtuanya.

Setelah mendapatkan uang dimaksud tersangka membayarkannya kepada anak M. FAIZAL dengan cara yaitu sebesar Rp.700.000,- (tujuh ratus ribu rupiah) untuk membayar tiket bus tujuan ke Palembang atas nama M. FAIZAL dan FAISAL (DPO) dan terhadap sisanya sebesar Rp.300.000,- (tiga ratus ribu rupiah) tersangka serahkan kepada anak M. FAIZAL, selanjutnya setelah saksi MUHAMMAD FADLAN AKASA melaporkan ke pihak Kepolisian, didapatkanlah sepeda motor miliknya digunakan oleh tersangka, terhadap tersangka dan sepeda motor tersebut dibawa ke polsek tualang untuk proses lebih lanjut. Ujar Kasi Penkum Kejati Riau akrab disapa Mas Bambang

Akibat perbuatan tersangka saksi MUHAMMAD FADLAN AKASA mengalami kerugian materiil atau setidak-tidaknya sebesar Rp.9.000.000,- (sembilan juta rupiah).

Kasi Penkum Kejati Riau menjelaskan lagi, Bahwa pengajuan 1 (satu) perkara untuk dilakukan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan Restoratif Justice disetujui oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung RI dengan pertimbangan telah memenuhi Pasal 5 Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor : 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran Jampidum Nomor : 01/E/EJP/02/2022 Tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum.

Alasan pemberian penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif ini diberikan yaitu :

1. Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana tersangka telah meminta maaf kepada korban dan korban sudah memberikan maaf kepada tersangka;

2. Tersangka belum pernah dihukum;

3. Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;

4. Ancaman pidana denda atau pidana penjara tidak lebih dari 5 tahun;

5. Tersangka berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya;

6. Proses perdamaian dilakukan secara sukarela (tanpa syarat) dimana kedua belah pihak sudah saling memaafkan dan tersangka berjanji tidak mengulangi perbuatannya dan korban tidak ingin perkaranya dilanjutkan ke persidangan;

7. Masyarakat merespon positif penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif.

Selanjutnya Kepala Kejaksaan Negeri Siak menerbitkan surat ketetapan penghentian penuntutan (SKP2) berdasarkan keadilan restoratif justice sebagai perwujudan kepastian hukum berdasarkan Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif, tutup Bambang mengakhiri.