ROKAN HILIR – Kabupaten Rokan Hilir merupakan salah satu Kabupaten yang berada di Provinsi Riau, Ibukotanya bernama Bagan Siapiapi juga dikenal sebagai Baganapi atau hanya Bagan. Bagansiapiapi terletak di pesisir pantai utara Kabupaten Rokan Hilir muara sungai dan merupakan tempat yang strategis karena berdekatan dengan Selat Malaka yang merupakan lalu lintas perdagangan internasional.
Bagansiapiapi Selain sebagai ibu kota Kabupaten Rokan Hilir, juga merupakan ibu kota Kecamatan Bangko. Dalam pencapaiannya Bagansiapiapi pernah meraih predikat kota terbersih ke-2 tingkat Provinsi Riau setelah kota Bengkalis pada 2011 silam. Penyerahan piagam penghargaan diberikan oleh Gubernur Riau H. M. Rusli Zainal bersamaan dengan peringatan Hari Ibu ke-85 pada 22 Desember 2011 di Pekanbaru.
Kota ini terkenal sebagai penghasilan ikan terpenting dulunya, sehingga Bagan dijuluki sebagai kota ikan. Menurut beberapa sumber, di antaranya surat kabar De Indische Mercuur menulis bahwa pada 1928, Bagansiapiapi adalah kota penghasil ikan terbesar kedua di dunia setelah kota Bergen di Norwegia, meski sekarang produksi ikan mereka sudah agak menurun.
Sejarah Nama Bagansiapiapi
Awal mula nama Bagainsiapiapi erat kaitannya dengan cerita kedatangan orang Tionghoa. Disebutkan bahwa orang Tionghoa yang pertama sekali datang ke Bagansiapiapi berasal dari daerah Songkhla di Thailand. Perjalanan tersebut dilakukan dengan menggunakan tiga perahu kayu (tongkang).
Kejadian-kejadian selama dalam perjalanan menyebabkan hanya satu tongkang yang selamat sampai di darat. Itu adalah tongkang yang dipimpin oleh Ang Mie Kui bersama 17 orang penumpang lainnya. Tongkang yang selamat ini kebetulan membawa serta patung Dewa Tai Sun Ong Ya yang diletakkan di bagian haluan dan patung Dewa Ki Hu Ong Ya yang ditempatkan dalam magun/rumah tongkang.
Menurut keyakinan mereka, patung-patung ini akan memberi keselamatan selama pelayaran itu. Petunjuk akhirnya diberikan oleh sang Dewa, setelah mereka melihat cahaya api yang berkerlap-kerlip dan mereka mengikutinya sampai ke daratan. Di daerah tidak bertuan inilah mereka mendarat dan membangun tempat pemukiman baru yang kemudian dikenal dengan nama Bagansiapiapi.
Versi lain mengenai asal usul nama Bagansiapiapi adalah kata Bagan yang berasal dari nama alat atau tempat menangkap ikan (yakni bagan, bagang, atau jermal), sementara api berasal dari nama pohon api-api yang banyak tumbuh di daerah pantai.
Komunitas Tionghoa
Bagansiapiapi memiliki komunitas Tionghoa yang besar. Terdapat beberapa versi sejarah kedatangan pertama orang Tionghoa di Bagansiapiapi. Menurut P.N. van Kampen, orang Tionghoa sudah ada di Bagansiapiapi sejak 1860. Versi lain mengenai kedatangan awal orang Tionghoa ke Bagansiapiapi adalah pada 1875 saat sejumlah bajak laut tiba di Bagansiapiapi dari Songkhla, Thailand.
Komunitas Tionghoa di Bagansiapiapi sebagian besar merupakan suku Hokkian, di mana leluhurnya sebagian besar berasal dari Distrik Tong’an (Tang Ua) di Xiamen, Provinsi Fujian, Tiongkok Selatan. Komunitas Tionghoa lainnya di Bagansiapiapi dengan jumlah cukup signifikan adalah berasal dari suku Tiociu, sedangkan dari suku Khek (Hakka), Hailam (Hainan) dan Konghu dapat dijumpai dalam jumlah yang relatif lebih sedikit.
Eksistensi komunitas Tionghoa yang kuat di Bagansiapiapi dapat dilihat dari banyaknya kelenteng yang berdiri. Selain itu, terdapat berbagai perkumpulan marga Tionghoa, lengkap dengan kelentengnya masing-masing, dimana dari perkumpulan-perkumpulan marga inilah kebudayaan Tionghoa tetap terpelihara di Bagansiapiapi meskipun dibatasi pada masa rezim Orde Baru.
Ritual Bakar Tongkang
Dari sektor pariwisata, acara Ritual Bakar Tongkang atau Upacara Bakar Tongkang telah menjadi ikon dan andalan pariwisata Bagan dan Provinsi Riau yang mampu menyedot puluhan ribuan wisatawan dalam dan luar negeri setiap tahun. Ritual Bakar Tongkang bertujuan untuk mengenang para leluhur orang Tionghoa dalam menemukan Bagansiapiapi dan sebagai wujud syukur kepada Dewa Ki Hu Ong Ya.
Ritual Bakar Tongkang diadakan setiap tanggal 16 bulan kelima penanggalan Lunar (Imlek) setiap tahunnya, yang dalam bahasa Hokkian disebut “Go Cap Lak”. Ritual Bakar Tongkang ini bahkan masuk dalam acara pariwisata nasional peringkat ke-10 di Indonesia dengan jumlah kunjungan wisatawan mencapai 40 ribuan.
Hutan Kota Bagansiapiapi
Hutan Kota Bagansiapiapi seluas 7 hektare ini dibuat sedemikian rupa sehingga tetap asri dengan suasana alam dengan banyak pepohonan dan rumah-rumah pohon di dalamnya. Sejak diresmikan Juni 2021 lalu, kawasan wisata ini punya bangunan penunjang untuk memperindah area dan beberapa fasilitas lainnya seperti, gazebo, panggung seni, jembatan, danau buatan, los kantin, toilet umum, bebek dayung, air mancur menari dan patung hewan.
Kawasan tersebut semakin bewarna dengan adanya kandang berbagai jenis unggas dan area parkir yang luas. Sisi luar Hutan Kota juga dilengkapi dengan air mancur yang dibuat layaknya air terjun. Taman Air Mancur Hutan Kota Bagansiapiapi memiliki kurang lebih 100 pipa yang bisa memancarkan air setinggi 10 meter dengan dihiasi aneka ragam warna warni.
Suasana di sana semakin indah di malam hari karena dilengkapi banyak lampu warna warni yang indah. Hutan Kota ini berfungsi untuk memperbaiki dan menjaga iklim, selain itu juga berguna sebagai peresapan air dan juga menciptakan keseimbangan lingkungan fisik serta mendukung pelestarian keanekaragaman hayati. Destinasi wisata menarik lainnya di Bagan adalah Pulau Jemur, Platinum Waterpark, Taman Kota Bagansiapiapi, Masjid Al-Ikhlas, Rumah Pohon Bagan Batu, Tugu Ikan dan lain-lain.
Kuliner khas Bagansiapiapi
Kuliner khas Bagansiapiapi yang terkenal adalah masakan Tionghoa yang dikombinasikan dengan hasil bumi setempat. Ada Kwetiau Bagan, Miso Bagan, Nasi Lemak Bagan, Nasi Kari Bagan, Ham-Ke (sejenis martabak dari kerang), Wantanmi (mi pangsit), Ke-Mi (mi kuah yang dicampur dengan potongan-potongan mirip kwetiau), Rujak Bagan Pedas dan sebagainya.
Oleh-oleh khas Bagansiapiapi adalah Kacang Pukul yang diproduksi masyarakat Tionghoa secara turun temurun. Selain itu juga terkenal Terasi, Kerupuk Udang, Kerupuk Singkong, Udang Kering (ebi), Permen Kelapa, dan beragam jajanan khas lainnya yang tidak ditemukan di daerah lain.(SG.01)